Rabu, 24 November 2010

Analisis Fisika Semen Portland Tipe V Berdasarkan SNI 15-2049-2004



A.    Tinjauan Literatur
1.      Sejarah dan Pengertian Semen
a)   Sejarah Semen
Pada awalnya semen dikenal di Mesir pada tahun 500 SM pada pembuatan piramida yaitu sebagai pengisi ruang kosong di antara celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat oleh bangsa mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, kalsinasi batu kapur mulai digunakan zaman Romawi. Kemudian bangsa Yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulcanic tuff) yang berasal dari pulau santorius yang kemudian dikenal dengan santoris cement. Bangsa romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang ada dipegunungan Vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal dengan nama Pozzulona cement yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu Pozzulona. (Tri Wibowo S. Purnomo, Ir. MEng: 2001)
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya sehingga diperoleh mortar yang lebih baik. Pada abad pertengahan, kualitas mortar mengalami penurunan yang disebabkan oleh pembakaran limestone kurang sempurna dengan tidak adanya tanah vulkanik.  
Tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris berhasil melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air. Dari hasil percobaannya dapat disimpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik. Batu kapur yang dimaksud tersebut adalah kapur hidrolis (hydraulic lime). Kemudian oleh vicat ditemukan bahwa sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan juga silica atau tanah liat yang mengandung alumina dan silica. Akhirnya vicat membuat kapur hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur (limestone) pada perbandingan tertentu kemudian campuran itu dibakar (dikenal dengan Artifical lime twice kilned).
Big Bryan (Inggris, 1780), James Parker (1797) yang meneliti Roman Cement yang berasal dari batu kapur dan batu silica LJ Vicat (Perancis, 1824), serta David O. Saylor (Amerika Serikat, 1850). Joseph Aspdin memperoleh hak paten dengan penemuannya mengenai sejenis semen yang didapatkan dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat dan menggiling hasilnya menjadi bubuk halus yang kemudian dikenal dengan nama “ Portland Cement ”. (Julian Bagus Hariawan: 2000)
Dua puluh tahun setelah hak paten dari Joseph Aspdin, barulah semen mulai diproduksi dengan kualitas yang dapat diandalkan (Tahun 1850, empat buah pabrik semen tanur tegak berdiri di Inggris). Selain itu tercatat nama seorang ilmuwan I.C Johnson yang berjasa meletakkan dasar-dasar proses kimia pada pembuatan semen.
b)   Pengertian Semen
Semen berasal dari bahasa latin “caementum” yang berarti bahan perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh dan mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi satu bagian yang kompak. Semen merupakan senyawa atau zat pengikat hidrolis yang terdiri dari senyawa C-S-H (Kalsium Silikat Hidrat) yang apabila bereaksi dengan air akan dapat mengikat bahan bahan padat lainnya, membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat dan keras.  (Julian Bagus Hariawan: 2000)
Menurut Parke, I N. semen adalah bahan perekat yang dapat merekat beberapa benda padat lainnya menjadi satu kesatuan yang utuh dan keras. Secara khusus semen merupakan bahan bagunan yang digunakan untuk keperluan bangunan misalnya untuk merekat batuan, bata merah dan pasir menjadi beton.
Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150 (1985) semen Portland didefinisikan sebagai bahan hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete) (Mulyono: 2003).
Menurut Nawy, (1990) Pada bahan pembentuk semen terdiri dari empat unsur penting, yaitu :
1)      Trikalsium silikat (C3S).
2)      Dikalsium silikat (C2S).
3)      Trikalsium aluminat (C3A).
4)      Tetrakalsium aluminoferit (C4AF).
  Menurut Nawy (1985) secara ringkas proses pembuatan semen Portland dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)      Bahan baku yang berasal dari tambang (quarry) berupa campuran CaO, SiO2, dan Al2O3 digiling (blended) bersama-sama beberapa bahan tambah lainnya, baik dalam proses basah maupun dalam proses kering.
2)      Hasil campuran tersebut di tuangkan ke ujung atas ciln yang diletakkan agak miring.
3)      Selama ciln berputar dan dipanaskan, bahan tersebut mengalir dengan lambat dari ujung atas ke bawah.
4)      Temperatur dalam ciln dinaikkan secara perlahan hingga mencapai temperatur klinker (clincer temperature) dimana difusi awal terjadi. Temperatur ini dipertahankan sampai campuran membentuk butiran semen Portland pada suhu 1400ºC (2700ºF). Butiran yang dihasilkan disebut sebagai klinker dan memiliki diameter antara 1.5−50 mm.
5)      Klinker tersebut kemudian didinginkan dalam clinker storage dan selanjutnya dihancurkan menjadi butiran-butiran yang halus.
6)      Bahan tambahan yakni sedikit gypsum (sekitar 1-5%) ditambahkan untuk mengontrol waktu ikat semen, yakni waktu pengerasan semen dilapangan.
7)      Hasil yang diperoleh kemudian disimpan pada sebuah semen silo untuk penggunaan yang kecil, yakni kebutuhan masyarakat. Pengolahan selanjutnya adalah pengepakan dalam packing plant. Untuk kebutuhan pekerjaan besar, pendistribusian semen dapat dilakukan menggunakan capsule truck.(Aswin Budhi Saputro: 2008)
2.      Sifat- Sifat Semen
Beberapa sifat semen yang utama adalah sebagai berikut:
a)      Sifat Hidrasi Semen
Hidrasi semen adalah reaksi yang tejadi antara komponen-komponen atau senyawa-senyawa semen dengan air menghasilkan senyawa hidrat. Reaksi semen tersebut akan menghasilkan pans yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas (mutu) beton.
b)     Pengikatan Semu (False Set)
Pengikatan semu seme adalah kecepatan kekuatan semen. Sifat ini perlu diketahuiagar kita tahu berapa lama semen itu kaku agar dalam waktu pengerjaan semen itu cepat kaku (mengeras).
c)      Pengikatan dan Pengerasan ( Setting Time dan Hardening )
Mekanisme terjadinya setting dan hardening yaitu ketika terjadi pencampuran dengan air, maka akan terjadi air dengan C3A membentuk 3CaO.Al2O3. 3H2O yang bersifat kaku dan berbentuk gel. Maka untuk mengatur pengikatan perlu ditambahkan gypsum dan bereaksi dengan 3CaO.Al2O3. 3H2O, membentuk lapisan etteringete yang akan membungkus permukaan senyawa tersebut. Namun karena ada peristiwa osmosis lapisan etteringete akan pecah dan reaksi hidarsi C3A akan terjadi lagi, namun akan segera terbentuk lapisan etteringete kembali yang akan membungkus 3CaO.Al2O3. 3H2O kembali sampai gypsum habis. Proses ini akhirnya menghasilkan perpanjangan setting time. Peristiwa diatas mengakibatkan reaksi hidarsi tertahan, periode ini disebut Dormant Periode yang terjadi selama 1-2 jam, dan selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan mudah dibentuk, periode ini berakhir dengan pecahnya coating dan reaksi hidrasi terjadi kembali dan initial set mulai terjadi. Selama periode ini beberapa jam, reaksi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan menghasilkan C–S–H (3CaO.SiO2) semen dan akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada tahap berikutnya terjadi pengikatan konsentrasi C–S–H yang akan menghalangi mobilitas partikel – partikel semen yang akhirnya pasta menjadi kaku dan final setting tercapai, lalu proses pengerasan mulai terjadi. (Julian Bagus Hariawan: 2000)
Pada pencampuran adonan semen dengan air akan menimbulkan terjadinya gejala kekakuan semen yang biasa dinyatakan dengan waktu pengikatan (setting time) yaitu mulai terjadinya adonan sampai semen mulai kaku.
     Ada dua jenis setting time yaitu:
1)      Initial Setting Time (waktu pengikatan awal) yaitu waktu pengikatan mulai adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah mulai tidak workable.
2)      Final Setting Time (waktu pengikatan akhir) yaitu waktu mulai adonan terjadi sampai kekakuan penuh.
Hardening yaitu semen mulai mengeras dan memberikan kekuatan. Jadi setting dan hardening merupakan suatu rangkaian proses sejak terjadinya adonan semen sampai semen tersebut mengeras dan memberikan kekuatan.
d)     Kekuatan Tekan
Kekuatan Tekan adalah sifat kemampuan menahan atau memikul suatu beban tekan. Kekuatan tekan yang di ukur adalah kekuatan tekan pasta, mortar dan beton terhadap beban yang dberikan. Kuat tekan dipengaruhi oleh komposisi mineral utama. C2S memberikan kontribusi yang besar pada perkembangan kuat tekan awal, sedangkan C2S memberikan kekuatan semen pada umur yang lebih lama. C3A mempengaruhi kuat tekan sampai pada umur 28 hari dan selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini semakin kecil.

Mortar adalah campuran antara semen, air dan pasir pada perbandingan tertentu. Pasta adalah campuran antara semen dan air pada perbandingan tertentu. Beton adalah campuran semen, air, pasir dan agregat atau kerikil pada perbandingan tertentu, kadang ditambah dengan additive.
   Faktor yang mempengaruhi Kekuatan Tekan yaitu:
1)      Kualitas Semen
Meliputi kehalusan dan komposisi semen. Makin halus partikel-partikel semen akan menghasilkan kekuatan tekan makin tinggi.
2)      Kualitas Selain Semen
Meliputi kualitas agregat, kekuatan tekan agregat dan pasta, kekerasan permukaan, konsentrasi, ukuran agregat, water cement ratio, volume udara, cara pengerjaan seperti pengadukan, compacting, juga pengeringan dan umur beton.
e)      Penyusutan (Skrinkage)
Merupakan penyusutan volume beton karena adanya penguapan air yang ada dalam adonan semen tersebut. Semen yang baik adalah jika memiliki penyusutan sekecil mungkin. Penyusutan dipengaruhi oleh:
1)      Komposisi Semen
2)      Jumlah pencampuran air
3)      Concerate mix
4)      Curing condition (suhu, aliran dingin, bumsendity)
f)       Panas Hidrasi
Reaksi hidrasi komponen semen dengan air adalah eksotermis dan panas yang dilepaskan persatuan berat disebut dengan panas hidrasi. Panas hidrasi yaitu panas yang dihasilkan selama semen mengalami reaksi hidarsi. Reaksi hidrasi atau reaksi hidrolisis sendiri adalah reaksi yang terjadi ketika mineral-mineral yang terkandung didalam temperatur, jumlah air yang digunakan dan bahan-bahan lain yang ditambahkan. Hasil reaksi hidrasi, tobermorite gel merupakan jumlah yang terbesar, sekitar 50% Dari jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi tersebut dapat dikemukakan secara sederhana, sebagai berikut :
     2(CaO.SiO2) + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
     2(3CaO.SiO2) + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
    (Tobermorite)

3CaO.Al2 O3 + 6H2O → 3CaO.Al2 O3.6H2O
(Kalsium aluminat hidrat)
3CaO.Al2 O3 + 6H2O + 3CaSO4.2H2O → 3CaO.Al2 O3.3CaSO4 32H2O                 ( Trikalsium sulfoaluminat)
4CaO. Al2O3 .Fe2 O3 + XH2O → 3CaO. Al2O3 6H2O + 3CaO. Fe2 O3 6H2O (Kalsium Aluminoferrite hidrat)
Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3A akan bersifat  mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi.
               (Julian Bagus Hariawan: 2000)
g)      Ketahanan (Durabbility)
Yaitu ketahanan beton terhadap pengaruh yang merusak oleh kondisi sekitarnya sehingga tidak menimbulkan penurunan kekuatan tekan. Kerusakan beton biasanya dipengaruhi oleh asam, pengaruh sulfat dan adrasi (kikisan).
Beton atau mortar dari Portland semen dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam dari sekitarnya, yang umumnya serangan asam tersebut yaitu dengan merubah kontruksi-kontruksi yang tidak larut dalam air. Misalnya, HCl merubah C4AF menjadi FeCl2 Serangan asam tersebut terjadi karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dari semen yang terhidrasi membentuk kalsium karbonat yang tidak larut dalam air. Pembentukan kalsium karbonat, sebenarnya tidak menimbulkan kerusakan pada beton tetapi proses berikutnya yaitu CO2 dalam air akan bereaksi dengan kalsium karbonat yang larut dalam air.
                  Reaksi :
                      Ca(OH)2 + CO2   → CaCO3 + H2O
                     CaCO3 + CO2 + H2O → Ca (HCO3)2
Berbagai macam sulfat umumnya dapat menyerang beton ataupun mortar. Sulfat bereaksi dengan Ca(OH)2 dan kalsium aluminat hidrat dan reaksi yang terjadi dapat menghasilkan pengembangan volume sehingga akan terjadi keretakan pada beton.
     Reaksi yang terjadi :
2(CaO.SiO2) + 6 H2O → 3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH)2
2(CaO.SiO2) + 4 H2O → 3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH)2
Ca(OH)2 + MgSO4 + 2 H2O → Ca SO4. 2H2O + Mg(OH)2
3CaO.Al2 O3.6H2 O + 3(Ca SO4. 2H2O) + 2H2O → 3CaO.Al2 O3.3Ca SO4. 2H2O
                 (Julian Bagus Hariawan: 2000)
3.      Jenis - Jenis Semen
a)        Berdasarkan Kebutuhan Pemakaian
Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang diperlukan untuk konstruksi tertentu, maka semen memiliki beberapa jenis diantaranya:
1)      Ordinary Portland Cemen (OPC)
      Ordinary Portland Cement (OPC) adalah semen Portland yang dipakai untuk semua macam konstruksi yang tidak memerlukan persyartan khusus. Seperti ketahanan terhadap sulfat.
2)      Moderat Sulpate Resistance
Moderat Sulpate Resistance adalah semen Portland yang dipakai untuk semua konstruksi yang disyaratkan mempunyai ketahanan sulfat pada tingkatan sedang yaitu pada lokasi yang tanahnya memiliki kandungan air 0.08% - 0.17%, mengandung 125 ppm SO3 dan pH tidak kurang dari 6.
3)      High Early Strength Cement
           High Early Strength Cement adalah semen Portland yang digiling dengan halus dan mengandung aditive (C3S) yang lebih baik dari pada ‘Ordinary Portland Cement’ digunakan pada daerah yang memiliki musim dingin.

4)      Low Heat of Hydration Cement
Low Heat of Hydration Cement adalah semen yang mengandung alite dan aluminium (S3A) yang lebih sedikit tetapi kandungan belite (C3S) lebih banyak, memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a)      Panas hidrasi yang rendah.
b)      Kekuatan tekan awalnya rendah, tetapi kuat tekan pada umur yang lebih panjang sama dengan OPC.
c)      Tahan terhadap sulfat.

5)      High Sulpate Resistance Cement
           High Sulpate Resistance Cement tahan terhadap sulfat yang tinggi. Kekuatan tekan umur 28 hari lebih rendah dari OPC. Semen in digunakan untuk konstruksi yang berlokasi pada tanah yang mengadung kadar air 0.17% sampai 1.67% biasanya digunakan pada konstruksi untuk air bangunan atau konstruksi di bawah air.
6)      Superhigh Early Strength Portland Cement
     Superhigh Early Strength Portland Cement memiliki perkembangan kekuatan tekan yang tinggi sehingga kekuatan tekan 1 hari dapat menyamai kekuatan tekan 3 hari dari semen jenis ‘High Early Strength Cement’. Semen ini dipakai untuk kebutuhan konstruksi bangunan yang perlu cepat selesai.
7)      Colloid Cement
         Colloid cement adalah semen yang pemakaiannya dipakai dalam bentuk colloid yang dipompakan memgingat pengecoran harus dilakukan pada formasi yang sempit dan dalam. Dikenal dengan Oil Well Cement.
8)      Blended Cement
        Blended Cement merupakan Ordinary Portland Cement yang diperbaharui sifatnya. Dipasaran dikenal dengan nama dagang seperti Slg Cement. 

b)       Berdasarkan Komponen Penyusun
1)        Semen Portland
Semen Portland merupakan perekat hidrolik yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat dari satu atau dua betuk kalsium silikat sebagai bahan tambahan.
Berdasarkan standar nasional Indonesia SNI 15-2049-2004 yang juga sesuai dengan standar ASTM C 150-95 a, semen portland dibagi menjadi lima tipe diantaranya:
a)   Tipe 1
     Komposisi kimia utamanya yaitu Trikalsium Silikat (C3S) 49%, Dikalsium Silikat (C2S) 25%, Trikalsium Aluminat (C3A) 12%, Tetrakalsium Alumino Ferit (C3AF) 8%. Semen tipe ini dipakai untuk segala macam konstruksi yang tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi atau kekuatan awal yang tinggi. Di Indonesia  hampir 70% menggunakan seme tipe ini.
b)   Tipe II
               Komposisi kimia terdiri dari C3S 46%, C2S 29%, C3A 6%, C3AF 12%. Semen tipe ini dipakai untuk jenis konstruksi yang mensyaratkan ketahanan terhadap sulfat yang sedang yaitu pada lokasi yang air tanahnya mengandung sulfat 0.08% - 0,17%
c)   Tipe III
               Komposisi kimia terdiri dari C3S 56%, C2S 15%, C3A 12%, C3AF 8%. Semen ini dipakai untuk jenis konstruksi yang mensyaratkan kuat tekan awal yang tinggi, biasanya dipakai pada keadaan darurat atau musim dingin.
d)  Tipe IV
     Komposisi kimia terdiri dari C3S 38%, C2S 49%, C3A 4%, C3AF 15%. Semen tipe ini dipakai untuk pembuatan dam-dam besar da tebal yang memerlukan panAs hidrasi rendah

e)   Tipe V
     Komposisi kimia terdiri dari C3S 38%, C2S 49%, C3A 4%, C3AF 15%. Semen ini dipakai untuk keperluan jenis konstruksi yang mensyaratkan ketahanan sulfat yang tinggi.
2)        Semen Campuran
a)  Sement Portland Pozzoland
Merupakan bahan perekat hidraulik yang dibuat dengan cara menggiling secara merata klinker semen Portland dengan bahan yang bersifat pozzolan. Bahan tersebut anara lain batuan yang mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolan ini sendiri tidak mempunyai sifat mengikat, akan tetapi dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air maka senyawa tersebut akan bereaksi dengan Ca(OH)2 pada suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Semen Portland Pozzoland ini terbagi atas empat macam diantaranya:
1)  Jenis IP−U digunakan untuk semua pembuatan adukan beton
  2) Jenis IP−K dignakan ntuk semua pembentukan adukan beton dengan tahan sulfat dan hidrasi sedang
3) Jenis P−U digunakan untuk semua pembuatan adukan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi.
4)  Jenis P−K diguakan untuk semua pembuatan adukan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi serta untuk tahan sulfat dan tahan hidrasi rendah.
b)  Semen Portland Kerak Dapur Tinggi
Semen yang didapat dengan cara menggiling klinker dengan kerak dapur tinggi. Semen ini digunakan untuk gedung-gedung yang menggunakan beton bertulang, bangunan air dan beton praktekan.
 c)  Semen Mansory (Semen Aduk Pasangan)
Merupakan semen yang terdiri dari satu atau lebih perekat hidraulik ditambah satu atau lebih bahan anorganik yang bersifat inert dan digunakan dalam pembuatan adukan pasangan untuk konstruksi dan structural.
   d)  Super Mansory Cement (SMC)
Super Mansory Cement (SMC) disebut juga semen Portland campur (Mixed Cement). Semen ini cocok digunakan untuk konstriksi ringan, untuk plesteran, pembuatan bahan bangunan sepetri batako, paving block, pemasangan keramik, bata dan lain-lain. Umumnya semen ini digunakan untu bangunan RS dan RSS serta untuk polongan air, kedap air, pengerutan atau penyusutan kecil dan panas hidrasi rendah.
3)        Semen Khusus        
           a)  Semen Pemboran (OWC)
        Semen ini dihasilkan dengan cara menggiling halus klinker yang dari silikat kalsium yang bersfat hidraulik.
          b)  Semen Portland Putih
Merupakan semen Portland dimana bahan dasarnya mengandung senyawa besi yang rendah atau semen hidraulik yang bewarna putih, yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker terutama yang terdiri dari silikat–silikat kalsium yang bersifat hidraulik bersama gyps. Kadar Fe2O3 pada semen ini dibatasi maksimum 0.5%.

          c)  Semen Aluminium
         Semen ini dibuat dari batu kapur dan bauksit dengan campuran kira-kira 60% - 70% kapur dan 30% - 40% bauksit. Bahan-bahan ini di giling halus kemudian dibakar pada suhu tinggi (16000C) dalam dapur listrik. Klinker digiling dan ditambah gyps.


B.     Tinjauan Kondisi Riil
1.      Uji Kuat Tekan Semen
Penentuan kuat tekan mortar semen portland mengacu kepada ASTM C 109/109M-02, Standard Test Method for compressive strength of hydraulic cement mortar. Metoda uji ini melingkupi penentuan kuat tekan mortar semen hidrolis dengan menggunakan cetakan kubus berukuran sisi 50 mm.
a)      Peralatan
1)      Timbangan
     Timbangan yang digunakan harus sesuai dengan spesifikasi. Timbangan harus dielevasi ketelitiannya dan deviasi pada total beban 2000 gram.

                    Instruktur pengoperasian timbangan digital adalah sebagai berikut:
a)      Bersihkan alat sebelum memulai bekerja
b)      Hubungkan alat dengan  arus listrik
c)      Hidupkan alat dengan menekan tombol ‘ON’
d)     Panaskan alat selama  ± 30 menit
e)      Letakkan wadah penimbang diatas pan
f)       Tekan tombol ‘T’ (Tare) untuk posisi 0,0 gram
g)      Timbangan siap digunakan
h)      Tekan tombol ‘T’ (Tare) kembali untuk posisi 0,0 gram
i)        Tekan tombol ‘OFF’ untuk mengakhiri penimbangan
j)        Bersihkan dan rapikan kembaliperalatan serta putuskan sambungan listrik.
                 Pemeliharaan alat Timbangan Digital:
a)  Neraca terletak pada tempat yang kokoh dan datar.
b)  Sebelum dan sesudah pemakaian bersihkan timbangan, beban tidak boleh melebihi kapasitas.
2)      Gelas Ukur
                Gelas ukur dengan kapasitas terntu (lebih utama yang besar yang cukup untuk mengukur campuran air dalam pengoperasian tunggal) untuk menghasilkan volume yang diindikasikan pada suhu 200C . Variasi yang diperbolehkan adalah ± 2 mL. Gelas ukur tersebut dapat dibagi minimal 5 mL, kecuali untuk garis yang dapat diabaikan untuk volume paling kecil 10 mL. Untuk gelas ukur 250 mL dan volume terkecil 25 mL untuk gelas ukur 500 mL. Garis-garis penunjuk yang utama harus melingkari gelas ukur tersebut dan diberi nomor.
3)      Mixer Semen
Mixer merupakan mesin pengaduk yang digerakan dengan tenaga listrik yang dilengkapi dengan pengaduk dan mangkuk. Pada mesin pengaduk ini terdapat tombol yang berfungsi untuk mengatur kecepatan putaran mesin pengaduk tersebut.
Mesin pengaduk harus mesin pengaduk mekanik jenis episiklik, mempunyai alat penggerak yang dapat digerakan secara elektrik yang dapat menggerakan pengaduk berputar mendatar dan beredar. Mesin pengaduk harus mempunyai dua kecepatan yang dapat diatur secara mekanik. Kecepatan pertama, kecepatan rendah yang dapat menggerakan pengaduk dengan kecepatan (140 ± 5) rpm dengan gerakan edar bilah pengaduk dengan kecepatan (285 ± 10) rpm dengan gerakan edar batang pengaduk kira-kira 125 rpm. Daya motor elektrik harus sekurang-kurangnya 124 watt (1/6 hp).
Mesin pengaduk harus dilengkapi dengan alat penahan pengatur jarak seperti diperlihatkan pada gambar yang harus digunakan untuk menjaga jarak antara bagian bawah pengaduk dengan dasar mangkuk tidak lebih besar dari 2,5 mm, tapi tidak lebih kecil dari 0,8 mm (kira-kira sama dengan diameter pasir Ottawa (20 – 30) ketika mangkuk berada pada posisi pengadukan.
                                              
(Sumber:  SNI 15-3500-2004)
a)      Pengaduk
                  Pengaduk harus mudah dibongkar pasang, dibuat dari baja tahan karat dan rancangan dasarnya seperti dijelaskan pada Gambar 4. Jika dalam posisi mengaduk mengikuti dari bentuk mangkuk yang digunakan, jarak terdekat antara ujung pengaduk dan dinding dalam mangkuk sebesar ± 4,0 mm tetapi tidak kurang dari 0,8 mm.
 
b)     Mangkuk  Pengaduk
Mangkuk pengaduk yang dapat dibongkar pasang harus mempunyai kapasitas nominal 4.73 L. Memenuamhi dimensi dapat seperti pada gambar dan harus dibuat dari baja tahan karat. Mangkuk dilengkapi dengan bagian yang dapat menempel dengan baik pada peralatan pengaduk dengan posisi yang kuat selama pengadukan berjalan. Harus dilengkapi dengan tutup dibuat dari bahan non absorbsi dan tidak rusak oleh semen.
 
                                              (Sumber:  SNI 15-3500-2004)

                  Instruksi pengoperasian Mixer Cement:
1)      Sambungkan aliran listrik.
2)      Pasangkan mangkuk aduk.
3)      Pasangkan batang pengaduk.
4)      Hidupkan alat dengan cara memutar tombol sampai angka 1 (untuk kecepatan rendah), posisikan tombol di angka 2 (untuk kecepatan sedang).
5)      Putar tombol pada posisi nol.
6)      Putuskan aliran listrik.

              Pemeliharaan Mixer Cement:
1)  Bersihkan mesin pengaduk setiap selesai bekerja.
2)  Jangan mengaduk dengan beban melebihi kapasitas mesin.
4)      Cetakan Sampel
Untuk cetakan kubus berisi 50 mm harus dipasang secara kuat. Cetakan tidak boleh lebih dari 3 kompartemen dan dipisahkan menjadi tidak boleh lebih dari dua bagian. Bagian-bagian dari cetakan tersebut di rakit menjadi satu unit yang kuat. Cetakan terbuat dari logam yang kuat yang tidak berpengaruh oleh mortar semen. Untuk cetakan yang baru angka Rockwell  Hardness dari logam tidak boleh kurang dari 55 HRB. Sisi dari cetakan harus memiliki kekakuan yang dapat mencegah pelebaran atau pembengkokan.
Table 1. Variasi yang diperbolehkan dari Cetakan (mm)
Parameter
Cetakan kubus 50 mm
Baru
Sudah digunakan
Kedataran sisi
< 0.025
< 0.05
Jarak antara sisi-sisi yang berlawanan
50 ± 0.13
50 ± 0.050
Tinggi masing-masing kompartemen
50 + 0.25 - 0.13
50 +0.25 – 0.38
Sudut antara permukaan yang berdekatan*)
900 ± 0.50
900 ± 0.50
Catatan
*) diukur pada titik yang dipindahkan sedikit dari persimpangan. Diukur terpisah untuk setiap kompartemen antara semua muka bagian dalam dan muka yang berdekatan dan antara muka bagian dalam dan bagian atas dan dasar bidang dari cetakan

(Sumber:  SNI 15-3500-2004)
5)      Penumbuk
Terbuat dari bahan nonabsorbsi, nonabrasive, tidak getas, seperti senyawa karet yang mempunyai kekerasan 80 ± 10 skala shore A atau kayu jati yang dibuat nonabsorpsi, nonabrasif, dengan jalan direndam dalam paraffin selama 15 menit pada suhu ± 200 0C dan harus mempunyai penampang melintang dengan ukuran (13 x 25) mm, panjang ± (120-150) mm. Maka penumbuk harus rata dan tegak lurus pada pegangannya.

6)      Ruang Lembab
Merupakan tempat penyimpanan mortar yang telah dicetak. Ruang lembab dipertahankan suhunya antara 200C hingga 27.50C. Kelembaban nisbi dari laboratorium tidak boleh kurang dari 50%.
7)      Mesin Kuat Tekan  (Hydraulic Compressive Strength  Machine)
Hydraulic Compressive Strength Machine adalah alat untuk uji kuat tekan. Selain untuk uji kuat tekan alat ini juga dapat digunakan untuk uji kuat lentur.
         Cara pengoperasian alat Hydraulic Compressive Strength Machine ini adalah:
a)  Sambungkan alat dengan arus listrik.
b)  Tekan tombol hijau untuk menghidupkan alat, biarkan ± 10 menit, alat siap untuk digunakan.
c)  Nol kan jarum penunjuk skala, untuk uji kuat tekan skala yang digunakan adalah skala sebelah atas.
d) Tutup pelepas angina ‘Rucklauf  Relief  Valve’  kekanan.
   b)  Komponen
Bahan yang digunakan antara lain:
1)        Semen
Semen yang digunakan dalam uji fisika semen ini yaitu semen Portland Tipe V berdasarkan SNI 2049-2004.


2)        Pasir Standar
Pasir yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada Tabel dibawah ini yang bertujuan untuk penilaian, sumber pasir dan hilangnya karakteristik udara yang ada didalamnya yang tidak diinginkan.
Tabel 2.  Persyaratan Pasir Standar
Karakteristik Penilaian, Persentase Yang Lolos Ayakan
Pasir 20 - 30
Pasir yang dinilai
No. 16 (1.18 mm)
100
100
No. 20 (850 μm)
85 – 100

No. 30 (60 μm)
0 – 5
96 – 100
No. 40 (425 μm)

65 – 75
No. 50 (300 μm)

20 – 30
No. 100 (150 μm)

0 – 4
Perbedaan kandungan udara dari mortar yang dibuat dengan menggunakan pasiryang dicuci dan yang tidak dicuci, % udara maksimum
2.0
1.5 A)
Sumber pasir
Ottawa, 1 L atau Les Suer, Mn
Ottawa, 1 L
Catatan
A)Kuat tekan semen Portland di buat degan spesifikasi semen portland campur,semen dikurang kira-kira 4% dari masing-masing persentase udara dalam kubus yang dikompakkan sebanyak 3 bak pasir yang dicuci dan tiga bak pasir yang tidak dicuci dibutuhkan untuk  mendeteksi suatu perbedaan kekuatan dari 7% antara pasir mortar yang dicuci dan tidak dicuci.
(Sumber:  SNI 15-3500-2004)

3)        Air
Air merupakan bahan pembuat semen yang sangat penting namun harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan pasir dan semen sehingga terjadi reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya proses pengerasan, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir pasir agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan 25% dari berat semen saja. Selain itu, air juga digunakan untuk perawatan beton dengan cara pembasahan setelah dicor. (Tjokrodimuljo: 1996)
Kebutuhan kualitas air untuk beton mutu tinggi tidak jauh berbeda dengan air untuk beton normal. Pengerasan beton dipengaruhi reaksi semen dan air, maka air yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Air yang memenuhi persyaratan air minum merupakan air yang memenuhi syarat untuk bahan campuran beton, tetapi air untuk campuran beton adalah air yang bila dipakai akan menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90 % dari kekuatan beton yang menggunakan air suling.
Persyaratan air yang digunakan dalam campuran semen adalah sebagai berikut :
a)   Air tidak boleh mengandung lumpur (benda-benda melayang lain) lebih dari 2 gram/liter.
b)   Air tidak boleh mengandung garam-garam yang dapat merusak beton  (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c)   Air tidak boleh mengandung Chlorida (Cl) lebih dari 0.5 gram/liter.
d)  Air tidak boleh mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
            Tabel 3. Nilai minimum kuat tekan semen Tipe V berdasarkan SNI 15-2049-2004
Umur
Kuat tekan minimum (kg/cm2)
3 hari
80
7 hari
150
(Sumber:  SNI 15-3500-2004)

      Table 4. Komponen yang digunakan untuk pengujian kuat tekan semen Portland tipe V yaitu:
Komponen
Berat
Banyak Benda Uji (buah)
Semen Portland tipe V
500 grm

6
Pasir Ottawa
1375 gram
Air
242 mL

c)        Penyiapan cetakan benda uji
1)      Dengan menggunakan kain yang telah diolesi gemuk atau minyak, buatlah lapisan tipis pada bagian dalam cetakan dan dasar pelat yang non absorpsi. Seka bagian muka cetakan dan dasar pelat dengan kain seperlunya untuk menghilangkan kelebihan pelapis dan untuk menjadikan supaya tipis pada permukaan bagian dalam. Apabila menggunakan pelumas yang disemprotkan, semprotkan secara langsung pada muka cetakan dan dasar pelat dengan jarak antara (150-200) mm untuk memperoleh daya tutup yang sempurna. Setelah penyemprotan, jika perlu seka permukaan dengan kain untuk membuang kelebihan pelumas yang disemprotkan. Lapisan yang menempel dianggap memadai apabila penekanan dengan jari membekas.
2)      Tutup permukaan bagian yang akan disambungkan dengan gemuk sewaktu kedua cetakan digabungkan. Jumlahnya harus cukup sewaktu kedua bagian disatukan kuat. Buang kelebihan gemuk dengan kain.
3)      Setelah menempelkan cetakan pada dasar pelat (jika tipe klem dibaut) hati-hati hilangkan dengan kain kering setiap kelebihan minyak atau gemuk dari permukaan cetakan dan dasar pelat yang menggunakan pelapis kedap air, sebagai pelapis adalah parafin, microcritaline wax, atau campuran dari 3 bagian parafin dan 5 bagian berat rosin. Cairkan pelapis dengan pemanasan antara (110 ± 120) 0C. Bidang kontak bagian luar antara cetakan dan dasar pelat dibuat kedap air dengan menggunakan pelapis yang telah dicairkan.
d)  Komposisi Mortar
1)      Rasio perbandingan yang proposional dari mortar standar adalah satu bagian berat semen dengan 2.75 bagian berat pasir standar yang dinilai. Faktor air semen adalah 0.485 untuk semua jenis semen portland dan 0.460 untuk jenis semen portland yang mengandung udara. Jumlah air pencampur untuk jenis semen lain sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu laju alir 110 ± 5 dan dinyatakan sebagai persen berat terhadap semen.
2)      Kuantitas dari bahan yang akan dicampur pada waktu yang sama didalam suatu kumpulan mortar untuk membuat enam benda uji.
e)  Prosedur kerja 
1)      Siapkan kemudian pasang cetakan dengan memberi gemuk pada setiap sisi yang ditempelkan, lap dan bersihkan kelebihan gemuk.
2)      Siapkan komponen untuk pembuatan benda uji.
3)      Siapkan mesin pengaduk.
4)      Masukkan air kemangkuk aduk.
5)      Masukan semen.
6)      Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan rendah (140 ± 5 rpm) selama 30 detik. Masukan pasir secara perlahan-lahan selama 30 detik selanjutnya diganti dengan kecepatan sedang (28 ± 10 rpm) selama 30 detik.
7)      Hentikan mesin kemudian tunggu selama 90 detik dan bersihkan dinding mangkuk.
8)      Jalankan mesin dengan kecepatan sedang selam 60 detik.
9)      Hentikan mesin dan tunggu selama 90 detik kemudian bersihkan dinding mangkuk.
10)  Jalankan mesin dengan kecepatan sedang selam 15 detik.
11)  Setelah pengadukan selesai, segera lakukan pencetakan kubus dengan waktu tidak lebih dari 2 menit dan 30 detik, setelah selesai pengadukan.
12)  Simpan segera benda cetakan dan benda uji dalam ruang lembab selama 20 – 40 jam.
13)  Buka cetakan, simpan benda uji dalam air kapur untuk perlakuan umur 3 hari, 7 hari dan 28 hari.
14)  Lakukan penekanan umur hari masing-masing. Kecepatan penekanan tidak kurang dari 20 detik dan tidak lebih dari 80 detik
f)  Pencetakan Benda Uji
1)      Biarkan mortar dalam mangkuk pengaduk, aduk selama 90 detik tanpa penutup. Selama selang waktu 15 detik pertama, segera bersihkan mortar yang menempel pada dinding mangkuk. Kemudian aduk kembali selama 15 detik pada kecepatan sedang. Segera setelah pengadukan selesai, pengaduk digoyangkan untuk melepas mortar yang menempel dan masukkan kedalam mangkuk.
2)      Apabila duplikat diinginkan, kembalikan mortar dari meja alir ke mangkuk. Segera turunkan yang menempel pada dinding mangkuk dan kemudian aduk kembali seluruh adonan selama 15 detik pada kecepatan sedang. Setelah pencampuran selesai, pengaduk harus digoyangkan untuk membuang kelebihan mortar dalam mangkuk.
3)      Apabila adonan duplikat diperlukan untuk uji tambahan, pengujian alir ditiadakan dan mortar dibiarkan dalam mangkuk pengaduk selama 90 detik tanpa penutup. Selama 15 detik terakhir, segera bersihkan mortar yang menempel pada dinding mangkuk. Kemudian aduk kembali selama 15 detik pada kecepatan sedang, setelah pengadukan selesai, goyang-goyangkan pengaduk ke dalam menjatuhkan mortar yang menempel ke dalam mangkuk pengaduk.
4)      Mulailah pencetakan benda uji dengan waktu tidak lebih dari 2 menit dan 30 detik setelah selesai pengadukan. Tempatkan lapisan mortar setebal ± 25 mm (kira-kira ½ kedalaman cetakan) pada semua ruang cetakan kubus. Tumbuk mortar dalam masing-masing ruang kubus sebanyak (4 X 8) tumbukan dalam waktu ± 10 detik, tumbukkan pada putaran ke-2 putaran selanjutnya, harus tegak lurus terhadap putaran tumbukkan terdahulu dan terdiri atas 8 tumbukkan yang berdekatan satu sama lain pada permukaan benda uji. Tekanan penumbukkan harus cukup untuk menyakinkan pengisian cetakan serba sama. Penumbukkan yang terdiri dari 4 putaran (32 tumbukan) harus selesai untuk satu kubus sebelum dilanjutkan ke kubus yang lainnya. Bila penumbukkan lapisan pertama pada semua ruang kubus telah selesai, isilah kubus dengan sisa mortar dan kemudian ditumbuk seperti pada lapisan yang pertama tadi. Selama penumbukan lapisan usahakan agar mortar yang mencuat ke atas cetakan, dikembalikan ke cetakan setelah setiap putaran penumbukan selesai, dengan jalan menggunakan sarung tangan.
Setelah tiap kali penumbukkan selesai, puncak dari kubus harus sedikit lebih tinggi dari puncak cetakan. Ambil mortar yang mencuat ke atas cetakan dengan pisau aduk dan ratakan cetakan dengan bagian yang rata dari pisau aduk, masing-masing satu kali melalui puncak tiap-tiap kubus dengan gerakan tegak lurus terhadap panjang cetakan. Kemudian, untuk tujuan meratakan mortar yang mencuat ke atas dan menjadi serba sama ketebalannya, irislah bagian yang datar dari pisau aduk sekali lagi sepanjang cetakan. Iris kembali mortar sampai datar permukaanya dengan puncak cetakan dengan jalam mengiriskan sisi yang lurus dari pisau aduk (hampir tegak lurus dengan cetakan) dengan gerakan menggergaji sepanjang cetakan
(Sumber:  SNI 15-3500-2004)
g)  Penyimpanan Benda Uji
Segera setelah pencetakan benda uji selesai, tempatkan benda uji dalam ruang lembab, jaga agar benda uji segera setelah pencetakan berada dalam cetakan yang disimpan di atas dasar pelat di dalam ruangan lembab selama (20-24) jam, dengan permukaan atasnya kontak dengan udara lembab tetapi harus dihindarkan dari tetesan air. Bila benda uji dikeluarkan dari cetakan sebelum 24 jam, jaga agar benda uji selalu berada dalam ruang lembab sampai umur pengujian 24 jam. Kemudian rendam (kecuali untuk pengujian 24 jam) dalam ruang penyimpanan yang terbuat dari bahan yang tidak berkarat dan berisi air kapur jenuh, jaga agar air di dalam ruang tetap jernih, bila perlu diganti airnya.
h)  Penentuan Kekuatan Tekan
     Segera lakukan pengujian setelah benda uji dikeluarkan dari ruang lembab khususnya untuk benda uji untuk umur pengujian 24 jam dari air rendaman untuk pengujian-pengujian umur yang lain, diuji kekuatan tekannya sampai pecah dengan ketentuan waktu sebagai berikut:

Tabel 5. Toleransi Waktu Pengujian

Umur Pengujian
Toleransi yang diperbolehkan
24 jam
±0.5 jam
3 hari
±1 jam
7 hari
±3 jam
28 hari
±12 jam
(Sumber:  SNI 15-3500-2004)

Jika lebih dari satu benda uji pada saat sama yang dikeluarkan dari ruang lembab, untuk pengujian 24 jam lindungi masing-masing benda uji tersebut dengan kain basah sampai waktu pengujian dilaksanakan. Untuk pengujian dengan umur pengujian yang lain, jika lebih dari satu benda uji pada waktu yang sama dikeluarkan dari air rendaman untuk diuji, pelihara benda uji dalam air pada suhu (23 ± 1,7) 0C dan masing-masing benda uji terendam sempurna hingga pengujian dilaksanakan. Seka setiap benda uji sampai kondisi permukaan kering permukaan dan hilangkan butiran-butiran pasir yang lepas atau lapisan kasar dari permukaan yang akan kontak dengan landasan blok mesin uji.
Beban maksimum total yang ditunjukan oleh mesin penguji nilai kuat tekannya dapat diukur melalui rumus: 
                 F=P/A                                          (1)
          Dengan:
P : kuat tekan (N/m2)
F: gaya tekan maksimum total (N)
A : luas permukaan yang dibebani (m2)

2.      Uji  Normal  Konsistensi
       Metode uji ini untuk menentukan tingkat perkembangan cepat kaku dari pasta semen atau untuk menetapkan semen tersebut memenuhi batas spesifikasi cepat kaku atau tidak. Semen dengan pengikatan semu yang sangat cepat biasanya memerlukan air sedikit lebih banyak untuk menghasilkan konsistensi yang sama, yang dapat menghasilkan kuat tekan sedikit lebih rendah dan memperbesar penyusutan. Pengikatan cepat akan menyebabkan kesulitan dalam penanganan dan pengecoran beton yang biasanya akan menyebabkan semen gagal memenuhi persyaratan waktu pengikatan.
a)      Peralatan
1)      Alat Vicat
Alat vicat harus terdiri dari rangka A (gambar 10) yang mempunyai batang B yang dapt digerakkan. Beratnya 300 gram, salah satu ujung torak C berdiameter 10 mm, berjarak sekurang-kurangnya 50 mm, dan ujung lainnya jarum D yang dapat dibongkar pada berdiameter 1 mm dan panjang 50 mm. Batang B dapat dipergunakan secara bolak balik dan dapat dipasang dalam beberapa posisi dengan pengaturan sekrup E dan mempunyai indikator F yang dapat diatur, dapat bergerak pada skala (ditunjukan dalam mm) yang skalanya diletakkan pada rangka A.
Pasta semen yang akan diuji dimasukkan kedalam cincin G, yang kaku berbentuk kerucut, diletakkan diatas plat datar H yang tidak menyerap air, lebar masing-masing sisinya ± 100 mm. Batang B terbuat dari baja tahan karat mempunyai kekerasan tidak kurang dari 35 HRC dan harus lurus dengan ujung torak yang tegak lurus terhadap sumbu batang B. Cincicn terbuat dari bahan tidak korosi, tidak menyerap air, mempunyai diameter dalam bagian bawah 70 mm dan bagian atas 60 mm dengan tinggi 40 mm. Disamping ketentuan tersebut, alat vicat harus sesuai dengan spesifikasi sebagai berikut :
a)  Berat batang yang dapat bergerak (B) (300  ± 0,5) gram.
b)  Diameter ujung batang torak (C) (10  ± 0,05) mm.
c)  Diameter jarum (1 ± 0,005) mm.
d) Diameter dalam cincin bagian bawah (70  ± 3) mm.
e)  Diameter dalam cincin bagian atas (60 ± 3) mm.
f)   Tinggi cincin (40 ± 1) mm.
g)  Pembagian skala.  
Pembagian skala bila dibandingkan dengan skala standar yang ketelitiannya 0.1 mm pada setiap titik tida boleh menunjukan penyimpangan lebih besar dari 0,25 mm.
           
          Gambar 11a.  Alat Vicat                         Gambar 11b. Skema Vicat
(Sumber:  SNI 15-3500-2004)

Gambar 12. Cincin Vicat
        Instruksi pengoperasian vicat sebagai berikut:
a)      Nol kan posisi jarum vicat dengan cincin ebonite pada skala.
b)      Alat vicat siap digunakan untuk berbagai keperluan seperti penentuan konsistensi normal, waktu pengikatan dan false set.
       Pemeliharaan Vicat
a)      Bersihkan alat sesudah melakukan pengerjaan.
b)      Jaga jarum dari kebengkokan.
c)      Simpan ditempat yang datar dan bersih.

Table 6. Syarat Nilai Pengikatan Semu Penetrasi Akhir semen Portland Tipe V berdasarkan SNI
Jenis semen
Pengikatan semu penetrasi akhir (% minimum)
Tipe V
50
(Sumber:  SNI 15-3500-2004)
b)     Prosedur
1)      Siapkan mesin pengaduk.
2)      Timbang semen seberat 650 gram.
3)      Siapkan air (mL). jumlah air yang dibutuhkan sesuai untuk skala jarum vicat turun 9 – 11 mm.
4)      Masukan air ke mangkuk aduk.
5)      Masukan semen kemudian tunggu selama 30 detik.
6)      Jalankan mesin aduk dengan kecepatan rendah (140 ± 5 rpm) selama 30 detik.
7)      Hentikan mesin pengaduk kemudian tunggu selama 15 detik dan bersihkan mangkuk.
8)      Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan sedang (285 ± 10 rpm) selama 60 detik.
9)      Hentikan mesin.
10)  Bentuk pasta seperti bola, lempar 6X dari tanga kiri ke kanan dengan jarak 15cm.
11)  Masukan pasta ke cincin vicat ke lobang tebesar tutup dengan kaca dan ratakan permukaan atas dengan cepat dan halus.
12)  Letakan cincin vicat dibawah alat vicat, lepaskan peluncur vicat sampai menembus 9 – 11 cm selama 30 detik.
13)  Ulangi pengerjaan sampai jarum vicat 9 – 11 cm dengan cara menambahkan atau mengurangi mL air.


         Waktu pengikatan:
Ratakan dengan halus permukaan benda uji
1)      Pengikatan awal: penetrasi, maksimal 25 mm.
2)      Pengikatan akhir: sampai jarum tidak membekas lagi pada permukaan pasta.
c)      Penyiapan pasta semen
Campuran 500 gram semen dengan air secukupnya untuk menghasilkan pasta dengan penetrasi awal (32 ± 4) mm menggunakan prosedur sebagai berikut:
1)      Pasang pengaduk dan mangkuk kering dimesin pengaduk.
2)      Masukkan semua air pencampur dalam mangkuk.
3)      Tambahkan semen dan biarkan selama 30 detik sehingga air diserap.
4)      Jalankan mesin pengaduk dan aduk pada kecepatan rendah (140 ± 5) rpm selama 30 detik.
5)      Hentikan pengadukan selama 15 detik dan dalam waktu ini turunkan adukan yang mungkin menempel pada dinding mangkuk.
6)      Jalankan pengaduk pada kecepatan sedang (285 ± 10) rpm dan aduk selama 2.5 menit.
d)     Pencetakan Benda Uji
    Segera bentuk pasta semen menjadi bola-bola dengan tangan yang memakai sarung. Tekan bola yang terletak disalah satu telapak tangan, masukkan ke ujung yang lebih besar dari ring ebonit G, yang dipegang pada tangan yang lain, lanjutkan pengisian pasta kedalam cincin. Buang kelebihan pasta pada ujung yang lebih besar dari cincin dengan sekali gerakan telapak tangan. Tempatkan ujung yang lebih besar dari ring pada pelat gelas, H, dan iris kelebihan pasta pada ujung yang lebih kecil pada bagian atas dari cincin dengan sekali gerakan dari pisau segitiga tajam yang dipegang sedikit miring terhadap permukaan atas cincin ebonit. Bila perlu haluskan bagian atas benda uji, dengan satu atau dua sentuhan dengan ujung pisau pengaduk. Selama pemotongan dan penghalusan jangan sampai pasta ditekan.
e)      Penentuan Penetrasi awal
Letakkan pasta dalam cincin ebonit pada pelat gelas H, dibawah batang B, kira-kira 1/3 diameter dari tepi dari ujung peluncur C, harus bersentuhan dengan ruang pasta dan kencangkan sekrup E. Kemudian atur indikator F tepatkan pada bagian tanda nol sebelah atas dari skala, dan luncurkan batang tepat 20 detik setelah selesai pengadukan. Alat harus bebas dari getaran selama pengujian. Apabila batang telah meluncur (32 ± 4) mm dibawah permukaan pasta dalam waktu 30 detik setelah peluncuran, berarti pasta telah mencapai konsistensi yang tepat. Buat percobaan pasta dengan variasi persentasi air hingga didapatkan konsistensi yang tepat. Konsistensi ini adalah penetrasi awal. Selama selang waktu 30 detik untuk penetapan penetrasi awal kembalikan kelebihan pasta kedalam mangkuk dan kemudian tutup mangkuk dan pengaduk.
f)       Penentuan Penetrasi Akhir
Setelah selesai pembacaan awal, angkat peluncur dari pasta, bersihkan kemudian cincin serta pelat diatur kembali pada posisi yang baru. Pengerjaan ini harus dilaksanakan dengan sedikit mungkin gangguan pada pasta dalam cincin vicat. Kemudian peluncur disentuhkan pada permukaan pasta, kencangkan sekrupnya dan atur indikator F tepat pada bagian atas skala. Lepaskan peluncur untuk keduakalinya lima menit setelah selesai pengadukan dan catat penetrasi akhir 30 detik setelah batang diluncurkan.
g)      Perhitungan
        Hitung persen penetrasi akhir, didasarkan pada perbandingan penetrasi akhir terhadap penetrasi awal, sebagai berikut:
% P = A/B x 100                                                      (2)
dengan:
P = Persen Penetrasi Akhir
A = Penetrasi Awal (mm)
B = Penetrasi Akhir (mm).

3.      Uji Pengikatan Semu
Uji pengikatan semu pada dasarnya hampir sama prosedurnya dengan normal konsistensi hanya saja yang membedakannya adalah jumlah massa semen dan massa air yang akan digunakan dalam pengadukan serta lamanya pengadukan berlangsung.
a)      Prosedur kerja
1)      Siapkan mesin pengaduk.
2)      Timbang semen seberat 650 gram.
3)      Ambil air (mL) untuk menghasilkan pasta dengan penetrasi awal antara 28 mm- 36 mm.
4)      Masukan air kedalam mangkuk aduk.
5)      Masukan semen kedalam mangkuk aduk , kemudian tunggu selama 30 detik. 
6)      Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan rendah (140 ± 5 rpm) selama 30 detik.
7)      Hentikan mesin pengaduk dan tunggu selama 15 detik kemudian bersihkan dinding mangkuk.
8)      Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan sedang (285 ± 10 rpm) selama 2.5 menit.
9)      Hentikan mesin pengaduk kemudian keluarkan pasta dan segeralah bentuk pasta seperti bola.
10)  Masukan pasta kedalam cincin vicat kelobang terbesar kemudian tutup dengan kaca dan ratakan permukaan atas dengan cepat dan halus.
11)  Letakan dibawah alat vicat dan lepaskan jarum vicat sampai menembus angka 28 mm- 36 mm selama 30 detik. (misalkan didapat A).
12)  Ulangi pengerjaan dari awal sampai jarum vicat turun antara 28-36 mm dengan cara menambahkan maupun mengurangi air.
13)  Angkat jarum, kemudian bersihkan dan geser kebagian permukaan lain. Tunggu selama 5 menit setelah selesai pengadukan, kemudian jatuhkan untuk yang kedua kalinya (misalnya: B)

4.      Uji Kehalusan dengan Blaine
a)      Peralatan
Pengujian kehalusan semen portland dengan menggunakan alat Blaine mengacu kepada ASTM C 204-00, Standard test method for fineness of hydraulic cement by air permeability apparatus. Pengujian dengan alat Blaine bertujuan menentukan kehalusan yang dinyatakan dalam luas permukaan spesifik semen portland, dihitung sebagai jumlah luas permukaan total cm2/gram, atau m2/kg semen portland. melalui suatu alas semen portland yang disiapkan dengan porositas tertentu, merupakan fungsi dari ukuran partikel dan menentukan laju aliran udara melalui alasnya.
                 
                                  Gambar 13a. Alat Blaine                       Gambar 13b. Sketsa  Alat Blaine
                 (Sumber:  SNI 15-3500-2004)






  Alat yang ditunjukkan pada gambar terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
1)      Sel Permeabilitas
      Sel permeabilitas terdiri dari silinder yang kaku dengan diameter dalam (12.70 ± 0.10) mm dibuat dari logam tahan karat austenitic.
a)  Bagian dalam dari sel harus halus (kehalusan 0.81 um) Bagian atas dari sel harus tegak lurus terhadap sumbu utama dari sel. Bagian bawah dari pada sel harus bisa membentuk sambungan yang kedap udara dengan ujung atas dari manometer, sehingga tidak terjadi kebocoran udara antara bidang-bidang kontak.
b)  Dudukan (ledge) mempunyai lebar (0.5−1.0) mm merupakan bagian dari sel yang menempel dengan kuat dalam sel, pada jarak (55 ± 10) mm, dari puncak sel untuk menahan piringan logam yang berlubang-lubang. Bagian puncak sel permeabilitas harus dilengkapi dengan bagian luar yang menonjol, untuk memudahkan pengambilan sel dari manometer.
2)      Piringan
a)      Piringan dibuat dari logam yang tahan karat dengan ketebalan (0.9 ± 0.1) mm berlubang-lubang sebanyak (30-40) lubang dengan Ø 1 mm dan tersebar secara merata.
b)      Piringan harus cocok dengan bagian dalam sel, bagian tengah salah satu sisi piringan harus diberi tanda atau goresan yang dapat dibaca, supaya penguji selalu tahu untuk menempelkan sisi tersebut dibagian bawah jika memasukkannya ke dalam sel.
3)      Torak
a)      Torak dibuat dari logam tahan karat austenitic (austenitic stainless steel) yang harus tepat masuk ke dalam sel dengan toleransi tidak lebih dari 0.1 mm.
b)      Bagian dasar torak harus betul-betul datar dan tegak lurus terhadap sumbu utama.
c)      Torak harus dilengkapi dengan ventilasi udara yaitu berupa bagian datar selebar (3.0 ± 0.3) mm pada salah satu sisinya.
d)     Puncak dari torak ini dilengkapi dengan bagian luar yang menonjol, sehingga bila torak dimasukkan ke dalam sel dan bagian sel yang menonjol kontak dengan puncak sel maka jarak antara dasar torak dengan bagian atas piringan harus (15 ± 1) mm.
4)      Kertas Saring
Kertas saring harus mempunyai daya tahan alir udara medium, berbentuk lingkaran dengan tepi yang rata dan mempunyai diameter yang sama dengan diameter bagian dalam dari sel.
5)      Manometer
Manometer dibuat dari bahan gelas berbentuk tabung U dengan diameter luar 9 mm, seperti pada Gambar. Bagian atas dari salah satu lengannya harus dapat membentuk sambungan yang kedap udara dengan sel permeabilitas. Lengan manometer yang dihubungkan dengan sel permeabilitas harus mempunyai tanda berupa garis yang melingkari tabung pada jarak (125 - 145) mm di bawah pembuangan bagian atas, dan juga garis-garis lainnya yang berjarak (15 ± 1) mm, (70 ± 1) mm, dan (110 ± 1) mm di atas garis tersebut. Pembuangan harus ditempatkan pada jarak (250 - 305) mm di atas dasar manometer, digunakan untuk pengosongan udara pada lengan manometer yang dihubungkan pada sel permeabilitas. Manometer harus dilengkapi dengan katup kedap udara positif atau penjepit yang terletak pada jarak tidak lebih dari 50 mm dari lengan manometer. Manometer harus terpasang kokoh sedemikian rupa, sehingga kedua lengannya tegak lurus.
6)      Cairan Manometer
        Manometer harus diisi sampai garis di tengah tabung dengan cairan yang tidak mudah menguap, tidak higroskopis, mempunyai viskositas dan density rendah, seperti dibutil ptalat (benzena dikarboksilat) atau minyak mineral jenis ringan.


7)      Alat Pencatat Waktu
       Alat pencatat waktu harus dilengkapi dengan tombol untuk menjalankan dan menghentikan, dan harus dapat dibaca sampai dengan 0.5 detik atau lebih kecil. Untuk rentang waktu dari 0 detik sampai dengan 60 detik. Pencatat waktu harus mempunyai ketelitian maksimum 0.5 detik dan untuk rentang waktu harus detik ketelitiannya maksimum 1%.
 (Sumber:  SNI 15-3500-2004)
b)   Perhitungan Kalibrasi alat Blaine
Semen Standar   :  NIST 114 P
Blaine Standar    :  3774 cm2/gr  = 377.4 m2/kg
1)        Penentuan Cell
WA1 = 169.5179 – 66.6349 = 102.8830
WB1 = 147.8496 – 69.4315 = 28.4181

WA2 = 169.5230 – 66.7180 = 102.8050

WB2 = 147.8438 – 69.4799 = 78.3639

                    
2)        Berat Semen Yang Ditimbang
    Untuk tipe I− V
W = Bj x V x (1−0.5)
     = 3.15 x 1.8060 x (1−0.5)
     = 2.8445 gram



3)        Luas Permukaan Spesifik (SS=3774)
Maka didapatkan (Ts), rentang waktu dari penurunan tekanan dalam manometer untuk semen standar dengan waktu turun semen standar.

  Tabel 7. Syarat Kehalusan minimal dengan Alat Blaine
Tipe semen
Kehalusan, uji permeablita udara (m2/kg)
Tipe V
280

c)  Penyiapan Lapisan Semen
Letakkan piringan logam pada dasar sel dan letakkan sebuah kertas saring di atas piringan logam (dibuat seperti bundaran) lalu tekan ke bawah dengan batang yang diameternya sedikit lebih kecil dari diameter sel, sehingga piringan dan kertas saring berada pada kedudukan yang tepat. Timbang sejumlah semen dengan ketelitian sampai 0.001 gram  dan masukkan ke dalam sel.

Ketok pelan-pelan dinding sel bagian luar untuk meratakan lapisan semen didalamnya. Letakkan selembar kertas saring di atas lapisan semen ini lalu tekan dengan torak sampai leher torak kontak dengan permukaan sel. Tarik torak sedikit ke atas kemudian putar 90 derajat, tekan kembali kemudian perlahanlahan torak ditarik ke luar sel.
d)  Penentuan Permeabilitas Lapisan Semen
        Setiap kali penetapan permeabilitas lapisan semen harus digunakan kertas saring baru, dengan perlakuan sebagai berikut:
1)      Sambungkan sel permeabilitas pada tabung manometer dengan sambungan yang kedap udara sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu lapisan semen yang telah disiapkan tadi, dengan mengoleskan sedikit gemuk pada kran penghubung manometer, tutup salah satu lengan manometer, sedikit dibuka kemudian tutup kembali. Adanya penurunan tekanan terus menerus menunjukkan adanya kebocoran dalam sistem.
2)      Keluarkan secara perlahan-lahan udara yang ada dalam salah satu tabung manometer hingga cairan manometer mencapai tanda garis atas, setelah itu tutup katup rapat-rapat.
3)      Jalankan alat pencatat waktu pada saat bagian bawah miniskus cairan mencapai tanda garis yang kedua dari atas, hentikan pada saat bagian bawah miniskus cairan mencapai tanda garis ketiga. Rekam rentang waktu yang diamati (detik) dan suhu pengujian (0C).
4)      Dalam melakukan kalibrasi alat Blaine, paling sedikit lakukan tiga kali penetapan waktu alir, dan setiap kali memakai lapisan semen standar yang berbeda. Kalibrasi harus dilakukan oleh penguji yang lama yang melakukan uji kehalusan. Contoh dibersihkan dari bulu-bulu kuas dan digunakan kembali, asalkan dijaga dalam keadaan kering dan semua pengujian dilaksanakan dalam waktu 4 jam setelah contoh dibuka.

e)  Prosedur
1)  Suhu contoh semen yang diuji harus sama dengan suhu ruang pada waktu pengujian.
2)  Berat contoh yang akan diuji harus sama dengan berat semen standar yang untuk kalibrasi, kecuali waktu menentukan kehalusan semen tipe III atau tipe lain yang lebih halus, yang bobot isinya sangat besar sehingga tekanan dengan ibu jari saja tidak bisa menyebabkan leher torak kontak dengan puncak sel. Berat contoh yang diperlukan harus sedemikian rupa sehingga lapisan contoh semen mempunyai porositas 0.500 ± 0.005
3)  Persiapan lapisan semen.
4)  Pengujian permeabilitas.
5)  Pengujian luas Permukaan spesifik
                                                   
C.    Hasil dan analisa    
1.  Hasil
a)          Uji Kuat Tekan Semen
Dalam pengujian kuat tekan, jumlah semen yang digunakan adalah sebanyak 500 gram dan pasir  1375 gram serta air sebanyak 242 mL. Dari adukan semen ini didapat sampel semen sebanyak 6 sampel kubus.

Tabel 8.  Hasil Pengujian Gaya Tekan Semen Tipe V
Umur
(hari)
Gaya tekan (KN)
Sampel 1
Sampel 2
3
44
45
7
56
56


Rata- rata kuat tekan semen 3 hari
Kuat tekan rata-rata =  181.56 kg/cm2
Rata-rata kuat tekan semen umur 7 hari
Kuat tekan rata-rata =  228.48 kg/cm2            

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semen Portland Tipe V memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI15-2049-2004) karena memiliki kuat tekan rata-rata pada umur 3 hari sebesar 181.56 kg/cm2 sedangkan menurut SNI  nilai kuat tekan rata-rata minimum adalah sebesar 80 kg/cm2. Kuat tekan rata-rata pada umur 7 hari adalah sebesar 228.48 kg/cm2 sedangkan menurut SNI nilai kuat tekan minimal adalah 150 kg/cm2.
b)     Uji Pengikatan Semu (False Set)
Pengujian pengikatan semu ini jumlah semen yang digunakan adalah sebanyak 500 gram. Dari adukan antara air dan semen diperoleh kedalaman jarum vicat yang dihitung sebagai pengikatan semu sebagai berikut:

Tabel 9.  Hasil Pengujian Pengikatan Semu Semen Portland Tipe V

Jumlah Air (mL)
Pengikatan Awal (mm)
Pengikatan Akhir (mm)
122
29
19


Uji pengikatan semu yang telah dilakukan membuktikan bahwa semen Portland Tipe V memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 15-2049-2004) karena dari data yang diperoleh memiliki pengikatan semu sebesar 65% Sedangkan menurut SNI pengikatan semu maksimum adalah 50 %.



c)      Uji  Waktu Pengikatan Semen
Uji waktu pengikatan yang telah dilakukan membuktikan bahwa semen Portland Tipe V memenuhi Standar Nasionl Indonesia (SNI 15-2049-2004) karena dari data yang didapatkan waktu pengikatan sebagai berikut:

Tabel 10. Hasil Pengujian Waktu Pengikatan Semen

Air (mL)
Keadaan awal
Keadaan akhir

Pengikatan Akhir
Kedalaman jarum (mm)
Waktu awal
Kedalaman jarum (mm)
Waktu pengikatan
156
10
8.03
23
10.05
10.50

 Waktu pengikatan awal  : 10.05 – 8.03 = 122 menit
                       Waktu pengikatan akhir  : 10.50 – 8.03 = 173 menit
Uji waktu pengikatan semu dari Semen Portland Tipe V  memenuhi Standar  Nasional Indonesia (SNI 15-2049-2004) karena dari data yang diperoleh didapatkan waktu pengikatan awal yaitu 122 menit sedangkan menurut SNI waktu pengikatan awal minimal yaitu selama 45 menit dan pengikatan akhir selama 173 menit sedangkan menurut SNI yaitu selama 375 menit.

d)     Uji Kehalusan Dengan Alat Blaine
    Komposisi sampel dari uji kehalusan ini berupa semen tipe V seberat 2.8445 gram. Dari uji yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut:
            Table 11. Hasil Pengujian Kehalusan dengan alat Blaine
Tipe semen
Waktu turun (detik)
Tipe V
61.61
62.71



Dari data yang dipeoleh uji kehalusan dengan alat Blaine memenuhi standar nasional Indonesia SNI 15-2049-2004 karena rata-rata kehalusan yang diperoleh sebesar 320.565 m2/kg sedangkan menurut SNI kehalusan minimum adalah 280 m2/kg
2.      Analisa
Dalam melakukan pengujian sifat fisika terhadap semen Portland Tipe V ini harus dilakukan sama dengan prosedur kerja yang telah ditentukan oleh SNI supaya hasil yang diperoleh sama dengan hasil Standar Nasional Indonesia (SNI 15-2049-2004). Dari hasil pengujian sifat fisika semen terhadap semen Portland Tipe V maka semen ini memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 15-2049-2004 dan semen ini dapat digunakan untuk bahan konstruksi bangunan dimana dalam pembangunan semen ini tahan terhadap sulfat tinggi dan air tanah yang mengandung sulfat antara 0.17% hingga 1.67%. Dengan demikian semen Portland Tipe V ini dapat digunakan untuk bangunan instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air serta jembatan, terowongan, dermaga.



A. Kesimpulan
1.        Berdasarkan analisa sifat fisika yang dilakukan di laboratorium Semen dan Bahan Galian diBalai Riset dan Standarisasi Industri Padang dapat disimpulkan bahwa semen Portland Tipe V memenuhi Standar Nasional Indonesia  (SNI 15-2049-2004) karena memiliki kuat tekan rata-rata pada umur 3 hari sebesar 181.56 kg/cm2 sedangkan menurut SNI minimum adalah 80 kg/cm2. Kuat tekan rata-rata untuk umur 7 hari adalah 228.48 kg/cm2 sedangkan menurut SNI nilai minimum sebesar 150 kg/cm2.
2.        Waktu pengikatan Semen Portland Tipe V didapatkan waktu pengikatan awal selama 122 menit sedangkan menurut SNI pengikatan awal  minimal selama 45 menit dan untuk pengikatan akhir diperoleh waktunya selama 173 menit sedangkan menurut SNI pengikatan akhir minimal adalah 375 menit. Untuk pengujian pengikatan semu dari semen Portland Tipe V ini memiliki waktu pengikatan semu seesar 65% sedangkan menurut SNI pengikatan semu maksimum adalah 50%.
3.        Uji kehalusan dengan Blaine Semen Portland Tipe V diperoleh rata-rata kehalusan sebesar 320.565 m2/kg sedangkan menurut SNI kehalusan minimum adalah 280 m2/kg.
4.        Dari pengujian yang diakukan dapat disimpulkan bahwa Semen Portland Tipe V memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 15-2049-2004), dimana Semen Portland Tipe V ini memiliki persyaratan khusus yaitu tahan terhadap sulfat tinggi dan air tanah yang mengandung sulfat dengan konsentrasi antara 0.17% sampai dengan 1.67% sehingga semen Portland Tipe V ini dapat digunakan untuk bangunan konstruksi dalam air dan dapat digunakan untuk bangunan instalasi pengolahan limbah pabrik.
B. Saran
Dari permasalahan diatas perlakuan fisika yang penulis lakukan terhadap Semen Portland Tipe V yaitu pengujian terhadap kuat tekan, konsistensi normal (false set), pegujian waktu pengikatan serta uji kehalusan dengan menggunakan alat Blaine. Dari penelitian yang dilakukan masih banyak lagi hal yang harus diteliti melalui pengujian fisika seperti uji pemuaian, penyusutan panas hidrasi serta kandungan udara dari mortar. Dalam melakukan pengujian sifat-sifat fisika semen portland tipe V ini membutuhkan penelitian baik dari segi ukuran maupun komposisi pembuatan mortal dalam hal perhitungan waktunya.  




















                                 DAFTAR PUSTAKA

ASTM C 150-02a, Standard Specification for Portland Cement.

Aswin Budhi Saputro: 2008. Kuat tekan dan kuat tarik  Beton mutu tinggi dengan fly ash sebagai bahan pengganti sebagian semen  dengan f’c 45 mpa. http://www.teoribeton.blogspot.com diakses tanggal 02 Agustus 2010

Julian Bagus Hariawan: 2000. Pengaruh Perbedaan Karakteristik Type Semen Ordinary Portland Cement (OPC) Dan Portland Composite Cement (PCC) Terhadap Kuat Tekan Mortar. http://www.semen-portland&catid.com diakses Tanggal 02 Agustus 2010

SNI 15-3500-2004. Semen portland.

Tri Wibowo S. Purnomo, Ir. MEng: 2001. Proses pembuatan semen pada PT. Holcin Indonesia tbk.  http://one.indoskripsi.com diakses Tanggal 10 Agustus 2010